Dynamic Capability: Kunci Kelincahan Bisnis di Era Disrupsi

Dynamic Capability: Kunci Kelincahan Bisnis di Era Disrupsi

Di tengah ketidakpastian global dan percepatan teknologi, perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan efisiensi. Keunggulan masa depan ditentukan oleh kemampuan beradaptasi dan bertransformasi — inilah esensi dari dynamic capability. Ungkapan klasik “yang besar belum tentu bertahan, yang cepat menyesuaikan diri itulah yang menang” kini terbukti di berbagai industri.

Dalam era disrupsi, kecepatan belajar dan bertransformasi menjadi sumber utama keunggulan bersaing. Contoh klasik datang dari Nokia. Saat dunia beralih ke smartphone, Nokia gagal membaca arah perubahan dan kehilangan pangsa pasarnya.

Sebaliknya, Microsoft menunjukkan arah berbeda. Di bawah Satya Nadella, Microsoft bertransformasi dari bisnis Windows ke layanan cloud dan AI. Kini valuasi Microsoft melampaui US$3 triliun — bukti nyata kekuatan dynamic capability. Hal ini makin menahbiskan dynamic capability bukan sekadar bertahan, tetapi kemampuan menciptakan kembali masa depan perusahaan.

Dynamic capability terdiri dari tiga pilar utama: sensing, seizing, dan transforming. Pertama, sensing, yaitu melihat peluang lebih dini. Perusahaan adaptif memiliki radar strategis untuk menangkap sinyal perubahan pasar. Contohnya Gojek, yang membaca perilaku pengguna dan memperluas layanan menjadi GoFood, GoPay, dan GoSend.

Kedua, seizing, yaitu bergerak cepat dan terarah. Menangkap peluang berarti bertindak cepat namun fokus. Saat pandemi, Unilever Indonesia memindahkan lini produksi ke produk kebersihan, sementara Bank Mandiri meluncurkan Livin’ by Mandiri dan berhasil menarik lebih dari 20 juta pengguna aktif.

Ketiga, transforming, yaitu berani menjadi versi baru. Transformasi sejati berarti keberanian mengubah identitas. Toyota berinvestasi pada teknologi hybrid, sementara Pertamina membangun Pertamina NRE untuk fokus pada energi terbarukan dan baterai kendaraan listrik.

Dynamic capability bukan hanya strategi, tetapi DNA organisasi. Empat unsur penting yang membentuk organisasi adaptif adalah: budaya belajar terus-menerus, bisa lihat Google yang mendorong 20% waktu kerja untuk proyek inovatif. Kolaborasi terbuka, yang dijalankan Unilever dengan membuka Open Innovation Platform untuk bekerja sama dengan startup. Struktur lincah, Tesla memperbarui software mobil secara langsung tanpa birokrasi panjang. Kepemimpinan visioner dan rendah hati, Satya Nadella dan William Tanuwijaya membuktikan bahwa mendengar lebih kuat daripada sekadar memerintah.

Dynamic capability hanya bisa tumbuh jika didukung oleh Agile Leadership — gaya kepemimpinan yang fleksibel, berempati, dan responsif terhadap perubahan. Agile leaders memberdayakan tim, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung eksperimen, dan menjadikan kegagalan sebagai sumber pembelajaran.

Ciri khas agile leader meliputi fokus pada kolaborasi dan transparansi, adaptif terhadap umpan balik, empatik terhadap tim, serta mendorong eksperimen berkelanjutan. Contohnya Tony Fernandes (AirAsia) dan Nicke Widyawati (Pertamina) yang memimpin transformasi digital dan energi dengan keberanian dan empati.

Indonesia menjadi laboratorium menarik bagi penerapan dynamic capability. Bukalapak beralih ke Mitra Bukalapak, PT Timah Tbk mengadopsi digitalisasi tambang, dan Telkom Indonesia fokus ke AI serta data center.

Untuk dapat memenangkan persaingan global pada era disrupsi, berikut empat langkah praktis ADEL untuk membangun dynamic capability.

Agile Leadership, tanamkan dengan memberi ruang eksperimen dan empati. Dynamic capability tidak akan hidup tanpa pemimpin yang lincah. Pemimpin perlu menjadi fasilitator perubahan— mendengarkan, memotivasi, dan memberi ruang eksplorasi. Caranya, lakukan leadership sprint setiap kuartal, di mana pimpinan meninjau ulang asumsi strategi bersama tim, dan menentukan arah baru dengan cepat. Agile leaders akan menumbuhkan budaya “sense–seize–transform” di seluruh organisasi.

Data, gunakan data dan foresight tools untuk memprediksi perubahan pasar. Perusahaan perlu membangun kemampuan “melihat masa depan”. Gunakan data analitik, AI, atau metode foresight untuk mendeteksi tren lebih awal, misalnya scenario planning dan trend radar analysis. Contoh, bank digital menggunakan real-time analytics untuk menyesuaikan penawaran kredit sesuai pola perilaku nasabah.

Ekosistem, perkuat jejaring ekosistem dengan startup, universitas, dan komunitas. Kekuatan perusahaan tidak lagi hanya di internal, tapi di ekosistem kolaborasi. Bermitra dengan mereka ditambah lembaga riset membuka akses terhadap teknologi, ide, dan talenta baru. Contoh, Unilever menggandeng startup lokal untuk inovasi kemasan ramah lingkungan, sementara Telkom mengembangkan digital sandbox bersama komunitas developer.

Lintas fungsi, bangun tim lintas fungsi untuk memperkuat kolaborasi dan inovasi. Dynamic capability lahir dari interaksi ide lintas divisi. Ketika tim pemasaran, operasional, dan teknologi duduk bersama, mereka melihat peluang dari perspektif yang lebih luas. Tips: buat innovation squad kecil yang fokus pada satu tantangan nyata, misalnya efisiensi rantai pasok atau pengalaman pelanggan.

Dalam dunia yang serba cepat, rencana lima tahun bisa usang dalam lima bulan. Perusahaan tidak cukup efisien — ia harus adaptif. Dynamic capability adalah kemampuan untuk tidak hanya mengikuti perubahan, tetapi menciptakan perubahan.

Seperti kata Charles Darwin, “yang bertahan bukanlah yang terkuat, tapi yang paling mampu beradaptasi.”

Dynamic capability adalah kemampuan bukan hanya untuk bertahan, tetapi menjadi pencipta perubahan, dan agile leadership adalah bahan bakar yang membuat mesin itu terus hidup.

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Baca Juga

Komunikasi Korporat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *