Resolusi Tahun Kuda Api: Melesatkan Asa atau Seremonial Belaka?

Resolusi Tahun Kuda Api: Melesatkan Asa atau Seremonial Belaka?

Tanpa terasa 2025 berlalu dalam sekejap mata. Waktu terus melaju, meninggalkan debu resolusi yang kerap hanya jadi hiasan di atas kertas. Antusiasme menggebu di awal tahun, tetapi semangat acapkali meredup sebelum musim berganti. Memasuki Tahun Kuda Api, apakah api semangat itu benar-benar membakar, atau sekadar bara yang berujung jadi abu tak bermakna?

Bagi para pelaku usaha, laporan kinerja akhir tahun sudah terpampang bagai cermin yang tak bisa dibohongi. Ada yang menatap prestasi gemilang, ada pula yang memandangi tumpukan evaluasi. Resolusi bisnis 2026 nanti harus lebih dari sekadar kata-kata manis.

Rencana strategis semestinya hadir sebagai peta navigasi di tengah ketidakpastian iklim usaha. Tanpa strategi yang tajam dan berani, kita hanya akan berjalan di tempat — atau bahkan tergelincir mengulang kesalahan masa lalu nan kelam.

Faktanya, kondisi ekonomi 2025 meninggalkan luka yang cukup dalam. Pertumbuhan ekonomi seakan jalan di tempat, masih jauh dari cita-cita yang diharapkan. Inflasi tetap menggigit hingga membuat belanja produksi semakin sulit.

Sementara itu, daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah masih terengah-engah. Kebijakan pemerintah yang kadang berubah ibarat angin kencang yang menggoncang layar usaha. Pelaku bisnis seakan terpaksa pasang kuda-kuda: bertahan di tengah dilema, antara ekspansi atau menahan diri?

Kondisi ini makin menyulitkan korporasi mengambil keputusan strategis jangka panjang. Situasi “wait and see” bukan pilihan, melainkan kenyataan pahit yang dipaksakan. Dunia usaha butuh kepastian, bukan sekadar janji dari pejabat pemegang kekuasaan. Regulasi yang berpihak pada industri harus terus diupayakan, bukan sekadar wacana di ruang rapat yang penuh seremoni. Kolaborasi pemerintah dan swasta harus jadi penggerak, bukan sekadar alat diplomasi. Jika produktivitas mandek, roda ekonomi tak akan bergulir seperti sedia kala.

Bukankah sudah bisa kita lihat begitu banyak contoh nyata yang ada? Pusat perbelanjaan kian sepi dari pembeli. Sebagian menyangka itu cuma perubahan perilaku belanja offline menjadi online. Nyatanya, tak sedikit pula pedagang online yang juga mengeluh hal serupa.

Tren belanja online nasional dan promo tanggal kembar seakan tak mampu menggenjot pembelian di berbagai kanal penjualan online. Fakta ini mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan: ini bukan lagi soal perubahan perilaku, tetapi memang ada penurunan daya beli di tengah masyarakat yang semakin terhimpit kondisi ekonomi.

Demikian pula ketika kita lihat kondisi kalangan menengah dan bawah yang tergambar dari penjualan produk otomotif. Penjualan mobil keluarga menurun, tetapi tingkat pembelian motor baru meningkat. Ini seakan menggambarkan bahwa kalangan menengah semakin tak berdaya.

Jika sebelumnya mereka mampu membeli mobil untuk keluarga, sekarang berganti hanya dengan kendaraan roda dua. Penurunan daya beli ini bukan lagi sekadar bahan diskusi; itu memang kenyataan pahit yang sedang kita hadapi.

Karena itu, sektor padat karya — sebagai penyerap tenaga kerja terbesar di negeri ini — harus didorong sebagai tulang punggung pemulihan ekonomi. Tanpa penyerapan tenaga kerja yang masif, daya beli masyarakat tak akan terbantu banyak.

Namun, kadang kita miris menyaksikan: sebagian industri di sektor ini justru runtuh, tak mampu bertahan di tengah situasi bisnis yang semakin tak terkendali.

Harapan kita tentu pada investasi baru yang diimpikan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Namun, iklim investasi masih jadi perdebatan di sana sini. Tanpa insentif nyata dan iklim investasi yang kondusif, harapan hanya akan jadi bunga tidur yang tak pernah mekar.

Di sisi lain, bagi para pelaku usaha, terlalu lama berjaga di zona nyaman justru membunuh pertumbuhan bisnis secara perlahan. Sudah saatnya manajemen puncak segera ambil aksi strategis. Ekspansi dan inovasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Kuartal pertama 2026 harus menjadi momentum lompatan, bukan lagi masa tunggu menanti perubahan. Jangan hanya pasang kuda-kuda; mari pacu kuda itu untuk berlari. Jangan hanya berharap pada Tahun Kuda Api; mari jadikan bara itu sebagai sumber energi untuk terus beraksi.

Tahun 2026 adalah ujian: apakah kita hanya menjadi penonton yang pasif, atau pelaku yang menggenggam kendali. Api semangat harus dibakar dengan data, dikawal dengan strategi, dan diwujudkan dengan langkah berani.

Pelaku usaha harus mulai menata aksi demi capaian gemilang di Tahun Kuda Api. Kaji kembali data kinerja sepanjang tahun ini sebagai landasan strategi untuk tumbuh dan berkembang di tahun mendatang. Lalu, lakukan fungsi pengawasan yang tersistem dengan baik agar roda bisnis bisa berjalan di atas rel yang tepat.

*Tulisan ini dimuat di SWA Online

Baca Juga

Noveri Maulana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *