Just-in-Time atau Just-in-Trouble? Ketika Semuanya Berhenti

Just-in-Time atau Just-in-Trouble? Ketika Semuanya Berhenti

Ketika buku How the World Ran Out of Everything karya Peter S. Goodman terbit pada tahun 2024, dunia sedang menghadapi berbagai masalah besar. Perang dagang, perubahan iklim, dan kekacauan dalam pengiriman barang. Buku itu menceritakan bagaimana dunia bisa kehabisan barang-barang penting, dan mengapa cara kerja banyak perusahaan yang terlalu fokus pada efisiensi justru membuat mereka mudah terkena masalah.

Selama ini, banyak perusahaan menggunakan sistem yang disebut just-in-time (JIT), yaitu membuat dan mengirim barang sesuai kebutuhan agar tidak menyimpan terlalu banyak stok. Namun demikian, sistem ini ternyata sangat lemah saat terjadi krisis. Jika pengiriman terlambat atau permintaan tiba-tiba naik, perusahaan bisa langsung kelabakan. Goodman menjelaskan bahwa sistem ini bekerja baik saat semuanya normal, tetapi bisa gagal total saat terjadi gangguan besar.

Di Indonesia, banyak perusahaan di bidang jasa, distribusi, dan manufaktur masih mengandalkan cara kerja seperti ini. Saat terjadi gangguan global seperti kekeringan di Terusan Panama atau konflik di Laut Merah, banyak pengiriman terlambat hingga 40%, dan biaya logistik naik sampai 20%. Perusahaan-perusahaan yang tidak punya rencana cadangan jadi sangat kesulitan.

Goodman mengingatkan bahwa masalah ini bukan cuma soal logistik, tetapi soal cara perusahaan mengelola risiko. Ia menyarankan agar perusahaan mulai bersiap untuk menghadapi kejadian tak terduga. Artinya, perusahaan harus punya rencana cadangan dan sistem yang bisa tetap berjalan meskipun ada gangguan.

Salah satu pesan penting dari buku ini adalah, kita harus siap menghadapi hal-hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Goodman menyarankan agar perusahaan melakukan latihan krisis, punya sistem pemantauan risiko, dan tim khusus yang bertugas mengantisipasi masalah. Budaya kerja juga harus berubah, dari yang hanya reaktif menjadi lebih siap dan cepat berinovasi saat ada krisis.

Goodman juga menyarankan agar perusahaan tidak hanya mengandalkan satu jalur pasok. Perusahaan harus punya persediaan cadangan, beberapa pemasok dari negara berbeda, dan jalur alternatif jika terjadi masalah. Meskipun ini butuh biaya lebih besar, tapi jauh lebih aman dibandingkan kalau perusahaan sampai berhenti total.

Selain itu, Goodman memperkenalkan pendekatan fail-safe, yaitu merancang sistem agar ketika ada bagian yang rusak atau terganggu, sistem lain bisa langsung mengambil alih. Contohnya:

  1. Jika sistem ERP (Enterprise Resource Planning) perusahaan tiba-tiba tidak bisa diakses selama beberapa hari, perusahaan harus punya prosedur manual sementara untuk mencatat transaksi dan berbagai kegiatan yang sangat bergantung kepada sistem tersebut. Data penting harus disimpan di lokasi cadangan yang bisa diakses secara offline.
  2. Jika jaringan internal perusahaan terkena virus atau diserang hacker —seperti yang pernah menimpa salah satu bank nasional besar di Indonesia hingga layanan digitalnya lumpuh beberapa hari— maka perusahaan harus punya backup data yang rutin diperbarui di sistem yang terpisah, menyediakan jaringan cadangan atau sistem offline untuk aktivitas penting, dan tim IT yang siap dengan rencana pemulihan cepat agar operasional bisa kembali dalam hitungan hari atau bahkan cukup beberapa jam saja.
  3. Perusahaan harus rutin menguji skenario kegagalan ERP dan serangan keamanan jaringan agar tahu langkah darurat yang harus dilakukan saat krisis.

Goodman dalam How the World Ran Out of Everything tersebut mengkritik ketergantungan perusahaan pada sistem just-in-time yang ramping tapi rapuh. Ia menyarankan agar perusahaan mengadopsi pendekatan just-in-case, yaitu dengan:

  • Mempersiapkan cadangan (baik stok barang maupun sistem),
  • Membuat jalur alternatif,
  • Melakukan latihan krisis secara rutin, dan
  • Mengantisipasi risiko yang tak terduga.

Pelajaran dari buku ini sangat penting. Risiko bukan lagi urusan satu tim khusus, tetapi harus jadi bagian dari strategi utama perusahaan. Sekarang ini, yang lebih penting bukan hanya soal seberapa cepat dan efisien perusahaan bekerja, tapi seberapa siap mereka jika semuanya tiba-tiba berhenti.

Pertanyaan yang harus kita pikirkan sekarang, “Apakah organisasi kita cukup tangguh untuk menghadapi kejutan besar?”

Program Pelatihan Terkait:

Baca Juga

Kepala Divisi Program Pelatihan Sertifikasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *