Gen AI: Antara Kompetensi, Kompetisi, dan Kolaborasi

Gen AI: Antara Kompetensi, Kompetisi, dan Kolaborasi

Perkembangan teknologi artificial intelligence (AI) semakin masif belakangan ini. Tidak lagi sekadar menciptakan narasi dan gambar kreasi, teknologi AI juga sudah mampu melakukan personifikasi perintah dengan algoritma khusus, sesuai kebutuhan penggunanya.

Tak ayal, pemanfaatan AI menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, sekaligus menghadirkan tantangan untuk membedakan antara produk khayalan dan kenyataan. Namun, seperti evolusi teknologi sebelumnya, kehadiran AI sejatinya bukan untuk ditakuti, melainkan menjadi peluang lahirnya berbagai inovasi.

Layaknya perangkat teknologi pada umumnya, AI menawarkan berbagai manfaat dan kemudahan kerja, sekaligus membawa konsekuensi tantangan. Ibarat dua sisi mata uang, peluang dan tantangan akan selalu datang bergandengan. Dibutuhkan kebijaksanaan pengguna untuk menyikapinya.

Satu hal yang jelas, AI adalah perangkat yang diciptakan untuk mengikuti perintah pengguna, bukan sebaliknya. Maka, kompetensi kita sebagai pengguna perlu menjadi perhatian serius di tengah perkembangan teknologi yang semakin tendensius.

Kini, bukan lagi saatnya menganggap AI sebagai fitur teknologi kekinian semata, apalagi sebagai bentuk kemajuan zaman yang menakutkan. Kebijaksanaan kita dalam bertindak akan selalu dibutuhkan. AI adalah senjata dua arah — bisa digunakan untuk kebaikan, bisa pula menimbulkan segudang potensi kejahatan.

Di sinilah dilema mulai merajut prahara. Membahas perkembangan AI sama halnya dengan menakar ulang kompetensi untuk menghadapi kompetisi hingga mewujudkan kolaborasi. Lantas, kita mau bangkit mengarungi arus deras atau memilih diam dan tergilas?

Pilihan itu ada di tangan kita semua saat ini.

Kompetensi untuk Kompetisi

Generative Artificial Intelligence (Gen AI) menjadi salah satu teknologi AI yang paling banyak digunakan. Melalui seperangkat perintah naratif, teknologi kecerdasan buatan ini dapat melakukan berbagai analisis yang kita butuhkan.

Namun, seperti kata pepatah: garbage in, garbage out. Perintah yang tidak berkualitas akan menghasilkan luaran yang tidak berkelas. Perlu kompetensi khusus untuk menyusun rangkaian perintah yang efektif. Kejelasan perintah dan kelengkapan data akan sangat menentukan kualitas hasil yang diperoleh.

Beragam model pemberian perintah (prompt) telah banyak dikembangkan—baik melalui serangkaian percobaan maupun penelitian. Kuantitas dan kualitas berjalan seiring. Semakin sering kita melatih pembuatan prompt, maka semakin baik pula luaran yang dihasilkan mesin.

Tapi, apakah kemampuan membuat prompt saja sudah cukup untuk dikatakan kompeten dalam AI?

Tentu tidak. Kemahiran memberi perintah hanyalah kompetensi dasar. Ragam keterampilan lainnya perlu terus diasah.

Pemanfaatan Gen AI dalam pekerjaan atau proses bisnis pun bisa dilakukan. Dalam konteks hubungan pelanggan, misalnya, Gen AI dapat membantu strategi customer relationship management (CRM) yang efektif. Dengan menggunakan konsep RFM (Recency, Frequency, dan Monetary), pelanggan dapat dikelompokkan berdasarkan kebaruan, frekuensi, dan nilai belanja mereka. Konsep ini memberi panduan bagi pelaku bisnis dalam merancang strategi yang tepat untuk setiap kelompok pelanggan.

Lalu, di mana peran Gen AI?

Bayangkan kita memiliki ratusan pelanggan yang ingin dianalisis berdasarkan data RFM yang terdokumentasi dalam periode tertentu. Melakukan kalkulasi secara manual tentu akan merepotkan.

Namun, jika tabulasi data ini diunggah ke perangkat Gen AI seperti ChatGPT, Deepseek, atau Manus.ai, pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

Bahkan, dengan perintah yang lebih spesifik dan data yang lebih detail, kita tidak hanya memperoleh hasil analisis RFM, tapi juga dapat meminta Gen AI menyusun strategi personalisasi layanan sesuai kelas segmen yang dihasilkan. Luar biasa, bukan?

Pola seperti ini juga bisa diterapkan dalam proses bisnis lainnya, seperti pengolahan data supply chain, data karyawan, atau berbagai data lainnya yang memerlukan analisis tajam dan mendalam.

Bisnis Bertumbuh Bersama AI

Temuan menarik dalam State of Customer Engagement Report (SOCER) 2025 yang dirilis Twilio menunjukkan bahwa sebagian besar brand global telah menggunakan teknologi AI dalam proses bisnis mereka. Dari 600 pemimpin bisnis dan 7.600 konsumen yang disurvei — termasuk 350 dari Indonesia — dinyatakan bahwa mayoritas brand mengalami peningkatan omzet setelah memanfaatkan teknologi AI.

Namun, belum semua konsumen merasa puas dengan layanan berbasis AI tersebut. Tantangan baru pun muncul: bagaimana membuat AI lebih humanis dan tetap mampu melakukan personifikasi dalam layanan pelanggan?

Di sinilah peran manusia yang kompeten tetap sangat dibutuhkan. AI tidak dapat sepenuhnya menggantikan pekerjaan dalam proses bisnis. Kolaborasi dengan manusia yang memiliki kompetensi yang sesuai adalah kunci.

Dalam hal layanan pelanggan, personalisasi hubungan dengan konsumen tetap memerlukan sentuhan manusia. Analisis data dan kajian strategi memang dapat dilakukan oleh mesin yang canggih, tetapi pelaksanaannya tetap membutuhkan manusia.

Kita tentu pernah kesal dengan sapaan chatbot yang terasa kaku dan membosankan. Teknologi tersebut belum memanfaatkan kekuatan Gen AI secara optimal — atau bahkan belum menggunakan AI sama sekali.

Kini, dengan bantuan Gen AI dalam analisis data dan penyusunan strategi, ditambah kehadiran manusia yang kompeten, personalisasi layanan bisa benar-benar diwujudkan. Kita bisa mendapat sapaan yang akrab, penjelasan masalah yang detail, bahkan pengingat transaksi masa lalu secara spesifik.

Bayangkan, suatu saat chatbot sebuah toko menyapa seperti ini: “Selamat pagi, Ibu Tini. Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah Ibu ingin membeli kembali produk A seperti pada tanggal 3 Mei lalu? Balas ‘YA’ untuk mengulang pembelian, atau ketik ‘PROMO’ untuk mendapatkan diskon 25% pada pembelian ketiga hari ini!”

Tentu tergambar bagaimana personalisasi layanan di masa depan. Semua itu bisa terjadi jika teknologi AI dijalankan oleh manusia yang kompeten. Inilah kenyataan bisnis yang kita hadapi sekarang.

Lantas, apakah kompetensi kita sudah siap untuk berkompetisi melalui kolaborasi dengan AI?

Tentukan jawabannya segera!

Artikel ini tayang di SWA Online

Baca Juga

Noveri Maulana

2 Comments

  • Apa saja kompetensi lanjutan yang perlu dimiliki selain kemampuan membuat prompt agar bisa benar-benar unggul dalam pemanfaatan Gen AI?

  • Aapa saja kompetensi lanjutan yang perlu dimiliki selain kemampuan membuat prompt agar bisa benar-benar unggul dalam pemanfaatan Gen AI?

Leave a Reply to IT Telkom Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *